1.
Risi-risi hata ni
jolma, lamot-lamot hata ni begu. = Ucapan manusia itu kasar, tetapi ucapan
iblis itu halus lemah-lembut. Ungkapan ini mengingatkan supaya orang jangan
cepat tergiur pada kata-kata rayuan yang hanya enak didengar telinga, padahal
maksud dan tujuannya untuk menusuk dari belakang atau tipuan.
2.
Jolo nidilat bibir asa
nidok hata = Pikir dulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna. Pikirkan dulu
baik-baik barulah ucapkan.
3.
Ndang dao tubis sian
bonana. = Rebung tidak akan jauh dari pokoknya.
Ini biasa
diucapkan untuk menilai perilaku orang lain atau untuk menyimpulkan mengapa
sampai terjadi kelakuan anak seperti itukarena orangtuanya pun seperti itu.
4.
Aek godang aek laut, dos
ni roha sibahen nasaut. = Hasil musyawarah untuk mufakat itulah yang terbaik.
5.
Tuit sitara tuit, tuit
pangalahona. Molo tuit boru i mago ma ibotona. = Perempuan yang suka mejeng
atau berbuat tak senonoh akan mempermalukan saudaranya laki-laki (ibotonya). Karena
harga diri suatu keluarga kelak terletak di tangan anak lelaki bila
ayahnya sudah tiada. Jadi, para gadis Batak janganlah sampai terkesan perempuan
jalang.
6.
Ndang di ahu, ndang di
ho, tumagonan ma di begu. = Tidak untuk saya, tidak juga untuk kamu, lebih baik
untuk hantu. Ucapan ini dialamatkan kepada orang yang berhati busuk ketika
merasa kalah dalam perebutan harta, kekuasaan atau hak-hak lain. Ia tidak
merasa senang kalau temannya sendiri yang mendapatkan, lebih baik pihak ketiga.
7.
Tampulon aek do na
mardongan tubu. = Orang semarga itu bagaikan aliran air (sambung-menyambung),
jika dicoba diputuskan, sebentar lagi sudah menyatu. Jangan coba-coba mengadu domba
atau mencerai-beraikan orang semarga.
8.
Ndang songgop onggang
tu hadudu. = Tidak sanggup burung enggang ke padi-padian. Tidak mungkin
kehormatan dan kekuasaan datang kepada orang bodoh.
9.
Songon sorha ni
padati. = Bagaikan roda pedati. Artinya hidup ini mengalami perputaran,
terkadang makmur, jatuh miskin.
*Sorha =
alat pemintal benang.
10.
Molo mate ina i, dohot
do ama panoroni. = Kalau ibu meninggal, ayah itu pun menjadi ayah tiri. Ini
dikatakan untuk mengungkit pengalaman sedih anak-anak yang ditinggal mati oleh
ibunya. Jika ayah kawin lagi, maka sang ayah itu pun selalu berpihak pada istri
baru.
11.
Purpar pande dorpi
bahen tu dimposna. = Tukang kayu betapapun pandainya melakukan pekerjaannya
pastilah menimbulkan suara bising , namun membuat rapi hasil kerjanya. Artinya,
boleh ribut dulu dengan sesama asalkan semuanya itu menuju kebaikan dan makin
mengakrabkan hubungan kekerabatan.
* Purpar =
Bising atau berisik seperti memakukan papan ke dinding.
* Dorpi = Dinding
12.
Hata mamunjung hata
lalaen, hata torop sabungan ni hata. = Pendapat sendiri adalah pendapat yang
tidak wajar, pendapat orang banyaklah yang jadi pedoman, dan jadi keputusan.
*Tarpunjung
= terpencil, terkucilkan.
13.
Bolus do mula ni
hadengganon, jujur do mula ni hasesega = Cepat melupakan perbuatan yang tidak
baik seseorang sumber kebaikan, tetapi suka menghitung perbuatan baik kita
menjadi sumber perselisihan.
14.
Situlluk mata ni
horbo. = Cepat-cepat tunjuk hidung atau menunjukkan kesalahan orang lain
agar jera dan tidak menghabiskan banyak waktu membicarakannya.
15.
Siat mamiding naeng
mamolak. = Diberi ruang atau tempat untuk tidur menyamping, malah ingin
telentang.
16.
Siat jari-jari, naeng
siat botohon = Sudah muat jari, masih ingin lagi muat tangan.”. Ini sindiran
bagi teman yang tidak puas-puasnya mendapatkan sesuatu.
17.
Tumpakna do tajomna,
rim ni tahi do gogona. = Organisasi atau kumpulan akan kuat bila tetap dalam
kebersamaan dan seia-sekata.
18.
Sahalak maniop sulu,
sude halak marsuluhonsa. = Seseorang berbuat baik, semua orang bergembira
karena merasakan hasil perbuatan baik orang tersebut. Ini diucapkan untuk
menghargai perbuatan baik seseorang sekaligus mengharap agar semakin banyak
orang yang menjadi ”berkat” untuk orang lain.
19.
Tu sundungna do hau
marumpak. = Pohon akan tumbang ke arah condongnya. Artinya, seseorang itu akan
menjadi seperti apa kelak, akan sesuai bakat, talenta serta amal perbuatannya.
20.
Pitu batu martindi
sada do sitaon na dokdok. = Tujuh batu bertindih tetapi satulah menahan paling
berat. Ini diucapkan menyadarkan seseorang bahwa pada akhirnya meskipun banyak
pendamping tetapi seoranglah menanggung beban terberat.
21.
Tampuk ni pusu-pusu,
urat ni ate-ate. = Si buah hati, anak yang paling dikasihi. Artinya, dalam
keluarga orang Batak selalu ada anak yang paling dikasihi (anak hasian)
22.
Maraprap na so magulang
= Orang yang tidak jatuh, malah ikut terluka. Maksudnya, jangan ikut terlibat
dan melibatkan orang lain pada sesuatu yang bukan urusannya.
23.
Sirungrung na dapot
bubu, siosari na dapot sambil. = Seseorang yang mau melepaskan terhukum dari
hukuman sewenang-wenang.
*Rungrung =
membalikkan sesuatu wadah untuk mengeluarkan isinya, misalnya air.
24.
Suhar bulu ditait dongan,
laos suhar do i taiton. = Jika seorang teman atau keluarga berbuat salah
hendaklah dibela walau dalam hati mengakui hal itu salah. Ungkapan ini sudah
jarang diucapkan karena dinilai tidak sesuai dengan paham kasih dan kebenaran.
25.
Eme na masak digagat
ursa, ia i namasa ba i ma niula. = Padi siap panen dimakan rusa, apa yang biasa
dikerjakan kebanyakan orang itulah kita lakukan. Ungkapan ini juga dianggap
melemahkan insiatif orang sehingga makin jarang diperdengarkan.
26.
Miakna panggorengna. =
Seperti kebiasaan orang Batak dahulu, karena langka dan mahalnya minyak goreng
sehingga minyak/lemak babi itulah dipakai untuk menggoreng dagingnya. Ini
dimaksudkan agar seseorang jangan terlalu repot mencari modal usaha. Pergunakan
saja apa yang ada, mulailah dari usaha kecil.
27.
Mambuat mas sian toru
ni rere. = mengambil emas dari bawah tikar buruk. Maksudnya agar jangan
mengambil keuntungan dari jalan terkutuk ( korupsi dan menipu)
28.
Ranggas tumutung
bonana. = Mas kawin (sinamot) keluarga pengantin perempuan itulah yang diatur
dan dicukup-cukupkan untuk biaya pesta perkawinan.
* Ranggas =
ranting kayu yang sudah tua cocok untuk kayu bakar.
29.
Ndang jadi tanjungan
ni ina nonang. = Kaum ibu tidak boleh terlalu mencampuri urusan adat yang
sedang dibahas oleh kaum bapak.
30.
Manubu-nubui hata. =
mengada-ada, menyiarkan berita bohong.
31.
Dipupusi na mate na
mangolu. = Orang mati merampas harta orang hidup. Artinya, Keluarga yang
ditinggalkan orang yang meninggal menjadi susah karena yang
meninggal itu meningalkan hutang yang harus dibayar.
32.
Tigor do ransang hapit
= lurus kayu ransang terjepit. Artinya, orang yang berbuat benar dan tulus bisa
saja terjepit, sehingga ia merasa serba salah.
33.
Molo bolak mandar
ndang jadi ribahan. = Kain sarung yang lebar janganlah dirobek. Ini
mengingatkan agar jika anggota kelompok sudah meluas, janganlah sengaja dibuat
terpecah-pecah.
34.
Ndang ditiptip halak
ganjangna, ndang diarit balgana. = Tidak akan ada orang yang mengurangi
kebesaran dan kehormatannya dalam melaksanakan sesuatu acara.
35.
Tiptip alai sai adong
masiganjangi, dosdos alai sai adong mansiboloni. = Walaupun bersaudara tetapi
semuanya tidak akan sama jalan pikiran maupun harta kekayaannya
36.
Marnajonok do
manghosing na binaen = Hendaklah orang yang lebih dekat hubungan kekerabatan
lebih dulu menerima bagian hak adat ( jambar hata, jambar juhut).
37.
Martampuk bulung,
marbona sangkalan. Marnata suhut marnampuna ugasan. = Mengingatkan supaya
keluarga terdekat lebih berpartisipasi dan bertanggungjawab, jangan terus
mengandalkan kerabat yang mereka yang hubungan kekerabatannya jauh.
38.
Sihampir gabe gambir,
tandiang gabe toras. Tudia pe ahu so tampil, tudia pe so bolas. = Karena
kemiskinannya seseorang itu tidak masuk hitungan masyarakat di
lingkunganya.
39.
Ndang na taraithon
tagonan ma pinonggolhon, ndang na tartangishon tagonan ma tinortorhon.= Tidak
ada gunanya menangisi susu yang sudah tumpah, lebih baik dibawakan dalam
gerakan tarian saja. Artinya, jangan selalu bersedih.
40.
Simanuk-manuk manang
sibontar andora, ndada sitodo turpuk siahut lomo ni roha. = Ada kalanya yang
terjadi itu di luar kemauan kita dan harus kita terima apa adanya.
41.
Ndang boi sambariba
tangan martopap = Tak mungkin hanya bertepuk tangan sebelah.
42.
Songon tuhil, ia
pinasak masuk, ia tinait ro. = Bagaikan pahat dipukul; masuk, ditarik kembali. Artinya,
janganlah bekerja kalau disuruh, ambil inisiatif.
43.
Hotang binebe-bebe,
hotang pinulos-pulos, unang hamu mandele ai godang do tudos-tudos. = Janganlah
putus asa, sebab banyak contoh penderitaan serupa di luar sana, bahkan
penderitaan mereka lebih berat.
44.
Arga jambar juhut
argaan do jambar hata. = Nilai kesempatan menggunakan hak bicara dalam adat
lebih mahal dari hak mendapatkan bagian daging.
45.
Jolo diseat hata asa
diseat raut. = Lebih dulu diputus kata sebelum diputus pisau. Artinya jangan
terus membagikan jambar adat sebelum dimufakati atau sebelum dibicarakan.
46.
Maila raut so dapotan.
= Malu pisau tidak melukai . Ini dikatakan untuk melarang keras orang yang suka
mempermainkan pisau, sebab bukan tak mungkin akan melukai orang.
47.
Marimbulu
natinutungan. = Bebrulu lagi yang sudah dibakar. Artinya keputusan yang sudah
disepakati dalam rapat menjadi batal tidak berarti hanya karena salah seorang
yang tidak hadir menolak hasil kesepakatan tersebut.
48.
Ndang uasan halak di
toru ni sampuran. = Tidak akan kehausan orang di dekat air terjun. Ini
dikatakan kepada orang yang berada di tengah-tengah keluarga makmur tidak akan
kelaparan
49.
Ulu balang na so mida
musu. = Mengaku jagoan dan pemberani tetapi tak pernah berhadapan dengan musuh.
50.
Mulak-ulak songon
namangusa botohon. = Berulang-ulang atau bolak-balik bagaikan membersihkan
tangan. Artinya, tidaklah salah walaupun apa yang telah diucapkan pembicara
terdahulu diulangi lagi oleh pembicara belakangan.
51.
Sidapot solup do na
ro. = Pendatang sebaiknya mematuhi atau tunduk pada kebiasaan adat yang berlaku
setempat, Tidak boleh mengatakan, wah.. kalau yang berlaku di daeah kami…
begini atau begitu.
52.
Marsolup di hundulan.
= Posisi kekerabatan seseorang dalam acara adat tergantung aturan yang berlaku,
bisa sebagai Hula-hula, sebagai Boru, atau derajat kekerabatan lainnya. Ini
dikatakan seseorang yang hubungan kekerabatannya berbagai segi.
53.
Songon na mandege
gara. = Bagaikan menginjak bara api. Ungkapan ini merupakan sindiran bagi tamu
yang datang sebentar lalu pergi.
54.
Tedak songon indahan
di balanga. = Terbuka atau transparan seperti nasi dalam kuali. Artinya tidak
ada yang perlu ditutup-tutupi
55.
Na teal so hinallung
na teleng so hinarpean. = Yang berat sebelah tidak dipikul, yang mirik
tidak dialasi. Diucapkan mengeritik orang yang angkuh tetapi sesungguhnya tidak
ada apa-apanya.
56.
Marsitijur dompak langit,
sai madabu do tu ampuan. = Meludah ke langit dengan sendirinya jatuh ke
pangkuan. Artinya ; menjelekkan saudara sendiri sama dengan menjelekkan diri
sendiri.
57.
Nang pe di bagasan
sunuk manuk sabungan, sai tong do martahuak. = Kalaupun terkurung di dalam
keranjang, ayam sabung akan tetap berkokok. Artinya, si pemberani itu akan
selalu menunjukkan keberaniannya di mana pun ia berada.
58.
Na tinaba ni tangke martumbur,
na tinamba ni gana ripur. = Yang ditebang kampak akan bertunas, yang ditebang
sumpah mati tak akan berketurunan. Artinya, janganlah sampai termakan sumpah
sebab berat risikonya.
59.
Naso matanggak di
hata, naso matahut di bohi. = Berani mengatakan yang benar itu benar dan yang
salah itu salah.
*Tahut =
takut
60.
Monang di surak-surak,
talu di olop-olop. = Keburu bersorak karena dikira sudah menang padahal
ternyata kalah.
61.
Talu maralohon dongan,
monang maralohon musuh. = Tidak apalah kalaupun kalah/ mengalah terhadap teman
asalkan menang melawan musuh.
62.
Marurat tu toru
marbulung tu ginjang = Berakar ke bawah berdaun ke atas. Seseorang mempunyai
keturunan anak laki-laki dan perempuan.
*Na Porlu Botoon ( Yang Perlu Diketahui ) :
Umpama ima hata tudosan hera sarupa tu Falsafah ni natua-tua. Molo mandok Umpama unang hata ni Umpasa didok jala molo mandok Umpasa unang hata ni Umpama didok.
*Na Porlu Botoon ( Yang Perlu Diketahui ) :
Umpama ima hata tudosan hera sarupa tu Falsafah ni natua-tua. Molo mandok Umpama unang hata ni Umpasa didok jala molo mandok Umpasa unang hata ni Umpama didok.
Lapatan na (Artinya) :
Umpasa adalah Perumpamaan yang mirip dengan Filosofi orangtua. Jikalau memberikan Umpama jangan berikan Umpasa dan sebaliknya, jikalau memberikan Umpasa jangan berikan Umpama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar